Tiket Pesawat Masih Mahal, Intervensi Seperti Apa yang Dibutuhkan agar Industri Pariwisata Tidak Semakin Terdampak?

Semarang, Idola 92.6 FM – Mahalnya harga tiket pesawat sepanjang 10 bulan terakhir nyata-nyata telah membatasi akses masyarakat umum atas layanan penerbangan domestik kelas ekonomi. Industri pariwisata ikut terdampak dengan anjloknya jumlah wisatawan. Sejumlah biro perjalanan gulung tikar karena wisatawan menunda perjalanan. Tingkat okupansi hotel dan omzet cenderamata merosot.

Keluhan seperti ini terdengar ini terdengar nyaris di semua destinasi wisata mulai dari Padang di Sumatera Barat, Labuan Bajo di NTT, hingga Raja Ampat di Papua Barat.

Tingginya harga avtur menjadi salah satu faktor utama yang memicu melejitnya harga tiket pesawat. Namun, Pertamina berkilah bahwa naiknya harga avtur adalah akibat kenaikan kurs dollar AS, biaya transportasi, biaya investasi infrastruktur distribusi, dan biaya-biaya lain di bandara. Di pihak lain, maskapai berkilah tiket pesawat mahal untuk menjaga keberlangsungan usaha karena biaya bahan bakar dan leasing membengkak akibat naiknya kurs dollar AS.

Lantas, melihat realitas bahwa tiket pesawat masih mahal, intervensi seperti apa yang dibutuhkan agar industri pariwisata tidak semakin berdampak? Wacana penurunan 15 persen batas atas apakah cukup signifikan berdampak bagi konsumen?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Didin Junaidi (Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI)) dan Prof Wihana Kirana Jaya (Guru Besar FEB UGM dan Staf Khusus untuk Urusan Ekonomi dan Investasi Transportasi kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia). (Heri CS)

Berikut diskusinya: