Memastikan Rencana Aksi dan Eksekusi dalam Upaya Mencegah Munculnya Cluster Pilkada

Nyoblos Pakai Masker
(Ilustrasi)

Semarang, Idola 92.6 FM – Kalangan DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, dan Penyelenggara pemilu menyepakati perlunya rumusan sanksi yang keras bagi pelanggar protokol kesehatan Covid-19 dalam Pilkada 2020. Sanksi ini diperlukan guna mencegah berulangnya pelanggaran protokol kesehatan yang berpotensi memunculkan cluster Covid-19 dalam Pilkada.

Kita tentu mendukung rencana itu, mengingat—berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dari 309 kabupaten/kota yang terlibat dalam 9 pemilihan gubernur dan 261 pemilihan bupati/wali kota, sebanyak 45 kabupaten/kota atau 14,56 persen masuk daerah dengan risiko tinggi penularan Covid-19.

Sebanyak 152 kabupaten-kota atau 49,19 persen masuk risiko penularan sedang. Sementara, 72 kabupaten/kota masuk risiko rendah. Hanya 26 kabupaten-kota yang tak ada kasus baru dan 14 daerah tak terdampak Covid-19.

Data-data yang dipaparkan Satgas Penanganan Covid-19 ini tentu saja tidak sekadar grafik angka-angka. Ia patut mendapat perhatian serius. Pemerintah daerah mesti benar-benar menjaga pilkada agar tak menjadi cluster penularan corona. Semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada harus mematuhi protokol kesehatan.

Pakai Masker, Stop COVID-19
Pakai Masker, Stop COVID-19. (ilustrasi)

Upaya mencegah tak terjadinya cluster pilkada Ini tak bisa disepelekan. Memerlukan rencana aksi dan eksekusi untuk memastikannya. Belajar dari tahapan Pilkada pendaftaran bakal calon yang digelar 4 hingga 6 September lalu, Bawaslu RI menemukan sebanyak 243 pelanggaran protokol kesehatan saat tahapan pendaftaran.

Lantas, jika upaya memperberat sanksi sebagai langkah untuk meminimalkan pelanggaran protokol kesehatan dalam Pilkada 2020, maka bagaimana rencana aksi yang akan dilakukan? Bagaimana pula upaya eksekusi dan langkah nyata yang mesti ditempuh dalam memastikan dilakukannya rencana aksi—mengingat pengalaman kita, begitu lemah pada tataran eksekusinya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Komisioner KPU Jawa Tengah, Paulus Widiyantoro; Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna-; Ahli Epidemiologi/ Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran Bandung, dr. Dwi Agustian, MPH, Ph.D; dan Owner Roro Kenes (brand tas lokal kualitas internasional) asal Semarang, Shahnaz Nadya Winanto Putri. (andi odang/her)

Berikut podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaAnton Supriyono, Petani Melon Penebar Virus Bertani dari Banyumas
Artikel selanjutnyaDinkes Jateng Klaim Kamar Rawat di RS Masih Tersedia