Bagaimana Membuat Parpol Semakin Relevan dengan Minat Milenial?

Millenial Politics
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Cheryl Cran, ahli kepemimpinan dan generasi dalam bukunya 101 Ways to Make Generation Z, Y, and Zoomers Happy at Work, menyatakan, ada dua hal yang tidak dapat diterima generasi Y yang biasa disebut sebagai generasi milenial. Kedua hal itu adalah ketidaktulusan dan omong kosong. (Kompas, 25/10/21)

Pemilihan umum masih dua setengah tahun lagi. Parpol dinilai perlu berbenah mengantisipasi kian besarnya pemilih dari kalangan generasi milenial. Karena kemungkinan besar, suara mereka akan berperan signifikan. Sebab, persentase generasi Y dan Z dari total jumlah pemilih pemilu 2024 mendatang akan lebih besar daripada Pemilu sebelumnya.

Berkaca pada data pemilih tetap Pemilu 2019, pemilih berusia maksimal 30 tahun saja sudah 60,3 juta jiwa atau 31,7 persen dari total pemilih. Pada Pemilu 2024, jumlah pemilih milenial dan generasi Z diperkirakan meningkat 60 persen dari total suara pemilih.

Melihat peluang itu, kita bertanya-tanya, mampukah parpol mengangkat isu-isu yang menarik generasi Y dan Z pada Pemilu 2024 mendatang? Karena kalau kita berkaca pada jajak pendapat Kompas, Oktober 2021, porsi responden dari gen Y (usia 24-39 tahun) yang belum menentukan pilihan sebanyak 39,3 persen. Gen Z (usia di bawah 24 tahun) yang belum menentukan pilihan pada parpol lebih besar lagi, yaitu 48,1 persen.

Kita ketahui, selama ini, parpol masih sebatas menarasikan political marketing (pemasaran); bukan political empowerment (pemberdayaan). Maka, bagaimana membuat parpol semakin relevan dengan minat milenial dan generasi di bawahnya? Apa sesungguhnya tantangan bagi parpol dalam meraih simpati generasi milenial?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Budi Setiyono (Pengamat Politik Universitas Diponegoro Semarang); Bhima Yudistira Adhinegara (Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS)); dan Wasisto Raharjo Jati (Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: