Menyongsong Vaksinasi Covid-19, Antara Harapan dan Kekhawatiran

Vaksinasi
(Photo: FMT)

Semarang, Idola 92.6 FM – Vaksin Covid-19 buatan Sinovac China Minggu lalu telah tiba di tanah air. Meski sejumlah epidemilog mempertanyakan tingkat keamanan dan efikasinya, namun paling tidak kita patut menyambut gembira. Karena dengan keberadaan Vaksin, berarti harapan berakhirnya masa pandemi seakan sudah terbayang di depan mata. Bukankah hidup manusia senantiasa bergantung pada harapan dan harapan?

Hanya saja, harapan yang terlalu berlebihan juga dapat melenakan di samping menurunkan tingkat kewaspadaan. Karena tingginya harapan bisa membawa kita pada euforia yang membuat kita lengah sehingga melupakan protokol kesehatan “3 M”. Padahal disiplin pada “3 M” lah cara yang paling efektif untuk melawan Covid-19 mengingat, vaksin bukanlah obat, melainkan cara untuk membuat tubuh kita mengenali virus sehingga daya tahan tubuh kita mampu mengenal dan melawannya.

Tetapi di luar soal harapan kita juga khawatir kalau dalam pemberian vaksin, pemerintah jadi menerapkan dua kebijakan, yaitu: Pemberian Vaksin secara Gratis dan Vaksinasi secara Mandiri. Karena dalam konteks kebijakan publik, pemberian vaksin secara Mandiri dikawatirkan dapat membuka celah bagi munculnya “ruang gelap” transaksional yang bakal dimanfaatkan oleh para pemburu rente.

Selain itu, pemberian Vaksin secara Mandiri membuka peluang berlakunya standar ganda–di mana yang berbayar memperoleh kualitas Vaksin yang lebih bagus, sementara yang Gratis, hanya akan memperoleh layanan ala kadarnya.

Vaksin Corona
(Photo: Detik)

Apalagi, Vaksin tergolong public goods yang mestinya dapat diakses oleh seluruh warga negara, secara adil dan merata. Bukankah konstitusi kita; UUD 1945, mengamanatkan bahwa tugas negara dalam hal ini pemerintah yang paling utama adalah melindungi segenap tumpah darah?

Beberapa negara yang selama ini dikenal sebagai kampiun neoliberal seperti Amerika Serikat dan Inggris pun memberikan vaksin Covid-19 secara gratis kepada semua warga negaranya.

Lantas, menyongsong Vaksinasi Covid-19; antara harapan dan kekhawatiran, bagaimana agar pemberian vaksin nantinya betul-betul mengedepankan aspek keadilan dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia? Lalu, bagaimana agar pemberian vaksinasi kategori mandiri, tak menjadi celah “ruang gelap” transaksional bagi para pemburu rente?

Serta, pertanyaan yang tak kalah penting adalah: “Vaksinasi ini untuk apa? Bagaimana menetapkan kelompok sasaran untuk mencapai tujuan tersebut? Bila vaksin bertujuan untuk mencegah penularan, maka kelompok yang berpeluang menjadi super-spreaders lah yang mestinya lebih diprioritaskan. Tetapi, kalau tujuannya agar ekonomi cepat pulih, maka mestinya kelompok yang bisa memulihkan ekonomi lah yang lebih diutamakan. Jadi, “Vaksinasi Untuk Apa?”

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Dr. Windhu Purnomo (Epidemiolog Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya); Andy Fefta Wijaya (Pengamat Kebijakan Publik Universitas Brawijaya Malang); dan Hermawan Saputra (Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)). (andi odang/her)

Dengarkan podcast diskusinya: