Belajar Toleransi dari Selandia Baru, Bagaimana Mestinya Kita Meneladani Mereka?

Semarang, Idola 92.6 FM – Selama ini kita hanya sekilas saja mengenal Selandia Baru. Yang dikenal publik luas, negara ini aman dan damai. Sekarang publik dunia seolah baru betul-betul tahu bahwa Selandia Baru adalah contoh negara idaman dan toleran. Masyarakat hidup tenteram dengan segala keberagaman budaya dan etnis yang ada. Tragedi aksi terorisme yang dilakukan pelaku justru memperlihatkan bagaimana indahnya kehidupan di Selandia Baru. Teroris itu hanya pendatang yang menyasar ke sana, sedangkan negeri ini aslinya adalah negeri yang damai. Kita patut mengapresiasi Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern. Ardern tidak segan-segan mengucap salam “Assalamualaikum” dalam pidatonya. Ia juga mengenakan pakaian berwarna hitam dengan kerudung hitam sebagai pertanda duka cita yang mendalam.

Bahkan baru-baru ini, dalam pidatonya Jacinda Ardern tidak mau menyebut nama si teroris. Ia mengimbau agar lebih banyak menyebut nama korban daripada si teroris. Bagi Jacinda Ardern, teroris tidak berhak mendapatkan apapun di Selandia Baru, meski itu adalah sebuah nama. Selandia Baru bukan untuk teroris.

Yang membuat kita terharu, momen mengheningkan cipta selama dua menit akan digelar secara nasional di New Zealand pada Jumat (22/03/2019) untuk menghormati para korban aksi teror dua masjid di Christchurch. Selain itu, Media nasional New Zealand, Radio NZ dan TVNZ, juga akan menyiarkan panggilan azan secara nasional. Tak sampai di situ, sebagian masyarakatnya pun berencana menjaga kaum muslimin ketika hari ini melaksanakan ibadah Salat Jumat.

Nah, Belajar Toleransi dari Selandia Baru, bagaimana mestinya kita meneladani mereka? Prasyarat apa sebenarnya yang diperlukan dalam menciptakan negara yang toleran? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Prof Masdar Hilmy. (Heri CS)

Berikut diskusinya: